Jumat, 21 Oktober 2016

HAK KEBENDAAN YANG MEMBERIKAN KENIKMATAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar  Belakang
Pada dasarnya manusia dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu hak perorangan dan hak kebendaan. Pembagian hak ini berasal dari hokum Romawi. Orang Romawi telah membagi hak penuntutan dalam dua macam: (1) actiones in personaam (penutup perorangan) dan (2) actiones in rem. Hak perorangan adalah hak untuk memberikan suatu tuntunan atau penagihan terhadap seseorang. Hak itu hanya dapat dipertahankan terhadap oranng tertentu saja atau terhadap sesuatu pihak. Misalnya, A telah mengadakan jual beli rumah dengan B. Maka, jual beli itu berlaku bagi kedua belah  pihak.
Yang disebut dengan hak kebendaan adalah suatu hak untuk menguasai suatu benda. Hak kebendaan dibagi dua macam yaitu diantaranya ialah hak kebendaan yang berupa kenikmatan. Hak kebendaan yang berupa kenikmatan ialah hak dari subyek hokum untuk menikmati suatu benda secara penuh (hak milik, HGU, HGB, dan hak pakai hasil) maupun terbatas, seperti hak atas pengabdian pekarangan.    
B.  Rumusan Masalah
1.      Apakah yang disebut dengan bezit ?
2.      Apakah yang dimaksud dengan hak milik ?
3.      Apakah yang disebut dengan hak memungut hasil ?
4.      Apakah yang disebut dengan hak pakai dan hak mendiami ?


C.  Tujuan
1.      Mengetahui apa yang dimaksud denngan bezit
2.      Mengetahui apa yang dimaksud denngan hak milik
3.      Mengetahui apa yang dimaksud denngan hak memungut hasil
4.      Mengetahui apa yang dimaksud denngan hak pakai dan hak mendiami


















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Bezit
1.      Pengertian dan dasar hukum bezit
Suatu hal yang khusus dalam hukum barat ialah adanya pengertian “bezit” sebagai hak kebendaan disampingnya atau sebagai lawannya pengertian “eigendom” atau hak milik atas sesuatu benda.
Bezit adalah suatu keadaan lahir dimana seseorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaannya sendiri yang oleh hukum diperlindungi dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenenarnya ada pada siapa. Sehingga secara letterlijk “menduduki”. Untuk bezit diharuskan adanya dua anasir, yaitu kekuasaan atas suatu benda dan kemauan untuk memiliki benda tersebut.
Bezit dapat berada ditangan pemilik benda itu sendiri dan orangnya dinamakan “bezzitter-eigenaar” tetapi sering juga berada ditangan orang lain. Dalam hal belakang ini orang itu dapat sungguh mengira bahwa benda yang dikuasai itu adalah miliknya sendiri misalnya : karena ia mendapatnya dari warisan orang tuanya atau ia membelinya secara sah disuatu lelang umum. Bezitter yang demikian itu dinamakan ”te goeder trouw” atau “jujur”. Sebaliknya orang tersebut tadi dapat juga dari semula sudah mengetahui bahwa benda yang dikuasainya tersebut bukan miliknya sendiri, misalnya : karena dia tau benda itu berasal dari curian, dalam hal yang demikian ia seorang bezitter “te kwadr trouw”atau “tidak jujur”. Perlindungan yang diberikan oleh undang-undang adalah sama meski bezitter itu jujur atau tidak jujur. Dalam hukum berlaku suatu asas bahwa “kejujran itu dianggap ada pada tiap orang, sedangkan ketidak jujuran harus dibuktikan”.[1]
Cara orang memperoleh bezit, berlainan menurut benda itu adalah benda bergerak atau benda tidak bergerak.

Bezit atas suatu benda tidak bergerak diperoleh secara asli dengan cara pengambilan barag tersebut dari tempatnya semula, sehingga secara terang atau tegas dapat terlihat maksud untuk memiliki barang tersebut. Misalnya : sebuah sarang tawon dengan madunya mulai berada dalam bezit seseorang, bila ia telah diambil dari pohon dan tidak cukup jika orang hanya berdiri saja dibawah pohon itu dengan menyatakan kehendaknya  akan memilik barang tersebut. Bezit atas suatu benda yang bergerak dengan bantuan orag lain (pengoperan) diperoleh dengan penyerahan barang itu dari tangan bezitter lama ke bezitter baru. Tetapi terhadap barang-brang yang berada dalam suatu gudang cukup dengan penyerahan kunci dari gudang tersebut.
Mengenai benda yang tak bergerak oleh undang-undang ditentukan bahwa untuk memperoleh bezit dengan tidak memakai bantuan orang lain diperlukan, bahwa orang yang menduduki sebidang tanah harus selama satu taun terus-menerus mendudukinya dengan tidak mendapat gangguan dari sesuatu pihak barulah ia dianggap sebagai beziter tanah itu.
Pasal 539 B.W  menentukan bahwa orang yang sakit ingatan tidak dapat memperoleh bezit, tetapi anak yang dibawah umur dan wanita yang telah kawin dapat memperolehnya, ini disebabkan karena pada orang sakit ingatan dianggap tidak mungkin adanaya anasir kemauan untuk memiliki, anasir mana perlu untuk adanya bezit.
Selanjutnya, perolehan bezit mungkin karena warisan, menurut pasal 541 B.W  menentukan bahwa segala sesuatu yang merupakan bezit seorang yang telah meninggal berpindah sejak harui meninggalnya kepada ahli warisnya dengan segala sifat-sifat dan cacat-cacatnya.
Oleh karena itu, bezit itu pada pokonya didasarkan pada kekuasaan lahir, maka bezit itu dianggap hilang jika barangnya semata-mata ditinggalkan atau kekuasaan atas barang tersebut berpindah pada tangan orang lain, baik secara diserahkan maupun karena diambil saja oleh orang lain itu.
2.      Pembagian bezit
Bezit atas benda dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) bezit yang beriktikad baik (bezit te goerder trouw), dan (2) bezit beriktikad buruk (bezit te kwader trouw)(pasal 530 KUH Perdata)
Terjadinya bezit beriktikad baik apabila bezitter (pemegang bezit) memperoleh benda itu tanpa adanya cacat-cacat didalamnya. Terjadinya bezit beriktikad buruk apabila pemegangnya (bezitter) mengetahui bahwa benda yang dikuasainya bukan miliknya. Contohnya dapat dikemuakan seperti berikut. A telah membeli sebuah rumah beserta pekaranganya seluas 600 hektar, tetapi rumah yang telah dibelinya itu ditinggalkan keluar kota oleh si A selama 10 tahun. Pada saat itu ia kembali dari kota ternyata tanah perkarangannya seluas 400 hektar telah dikuasai oleh B. alasan B menguasai tanah perkaragannya tersebut adalah karena mengira bahwa tanah itu merupakan bagian dari tanahnya yang seluas 0,53 ha. Adanya penguasaan tanah perkarangan yang dilakukan oleh B tersebut ternyata membuat A berkeberatan, kemudian A menggugat B ke pengadilan itu, maka pengadilan, baik pada tingkat PN, PT, maupun MA telah menerima gugatan yang diajukan oleh A. Berdasarkan kasus tersebut, tanpak bahwa B menguasai suatu benda berdasarkan iktikad buruk.[2]
3.      Cara memperoleh dan mempertahankan bezit
Di dalam pasal 538 KUH Perdata, tidak disebutkan secara jelas tentang cara memperoleh bezit atas suatu benda. Namun didalam ketentuan itu hanya disebutkan cara mellakukan perbuatan atau tindakan hokum. Kata tindakan atau perbuatan mengandung kelemahan, karena tidak semua bezit memperoleh dengan perbuata atau tindakan hukum, tetapi adakalanya diperoleh dengan sendirinya, seperti warisan.
Didalam literatur dikenal dua cara memperoleh bezit yang dikemukakan berikut ini.
a.       Occupatio (pendakuan/menduduki)
Cara memperoleh bezit dengan occupatio disebut juga dengan cara originair (asli). Artinya memperoleh suatu barang atau benda secara mandiri tanpa bantuan dari orang yang membezit lebih dahulu. Ini bisa tertuju pada benda bergerak dan tidak bergerak. Contohnya, benda bergerak yang tidak ada pemilknya, seperti mengambil ikan di sungai, mengambil buah-buahan di hutan, da lain-lain, sedangkan contoh benda tidak bergerak adalah membuka sawah dihutan yang tidak dikuasai oleh Negara atau pemiliknya.  
b.      Traditio (penyerahan)
Yang diartikan dengan memperoleh bezit dengan cara traditio adalah memperoleh benda itu dengan bantuan dari yang membezit terlebih dahulu. Diperoleh dari tangan bezitter lama ketangan bezitter yang baru. Contohnya, A menerima warisan dari B, sejak meniggalnya B maka sejak itulah warisan itu berpindah ke A.[3]
Semua benda yang diperoleh dengan kedua cara itu oleh bezitter harus dapat dipertahankan olehnya dari gangguan pihak lain sampai ada putusan hakim yang menyatakan sebaliknya. 
4.      Hak-hak bezitter
Pada dasarnya, pemegang tanah, pekarangan, bangunan, ataupun benda-benda lainnya, baik bezit yang beriktikad baik maupun yang beriktikad buruk, mendapat perlindungan hokum karena bezitter mendapat hak atas benda yang dikuasainya, sampai ada putusan hakim yang menyatakan lain.[4]
Ada empat macam yang dimiliki bezitter yang beriktikad baik yaitu
a.       Dianggap sebagai pemilik barang itu untuk sementara, sampai ada putusan hakim yang menyataka sebaliknya.
b.      Memperoleh hak milik karena daluarsa..
c.       Menikmati segala hasil dari barang yang di kuasainya.
d.      Berhak mempertahanka barang tersebut
Hak bezitter yang beriktikad buruk, adalah seperti berikut:
a.       Dianggap sebagai pemilik barang untuk sementara.
b.      Menikmati segala hasil dari barang atau benda yang dikuasainya.
c.       Berhak mempertahankan  barang itu apabila ada gangguan dari pihak lain (Pasal 549 KHU Perdata)
Semua hak-hak yang dinikmati oleh bezitter itu hanya bersifat sementara karena apabila putusan hakim yang menyatakan bahwa bezitter tidak berhak atas barang-barang yang ada di tangannya, maka ia harus menyerahkan kepada pihak yang berhak atas barang tersebut.  
5.      Berakhirnya bezit
Benda yang dikuasai secara bezit akan berakir atas kehendak sendiri dari bezitter maupun tanpa kehendak sendiri (Pasal 543 KUH Perdata s.d. Pasal 547 KUH Perdata). Yang diartikan dengan berakhir atas kehendak sendiri dari bezitter adalah bahwa bezitter menyerahkan benda itu secara sukarela kepada orang lain atau meninggalkan barag yang telah dikuasainya. Contohnya: A menyerahka kembali tanah yang telah disewanya kepada B karena sudah habis masa sewanya. Berakhirnya bezit tanpa kehendak dari bezitter adalah bahwa barang yang dikuasai olehnya beralih kepada pihak lain tanpa adanya kehendak dari bezitter untuk menyerahkannya. Yang termasuk dalam kategori berakhirnya bezit tanpa kehedak dari bezitter adalah:
a.       Pihak lain menarik/mengambil sebidang  tanah, perkarangan atau bangunan tanpa mempedulikan pemegang bezit (Pasal 545 KUH Perdata).
b.      Sebidang tanah tenggelam karena banjir (Pasal 545 KUH Perdata)
c.       Barang itu telah diambil atau dicuri oleh pihak lain (Pasal 546 KUH Perdata)
d.      Barang atau benda itu telah dihilangkannya dan tidak diketahui dimana beradanya (Pasal 546 KUH Perdata)
e.       Kedudukan atas benda tak bertubuh berakhir bagi bezitter apabila orang lain selama satu tahun telah menikmatinya tanpa adanya gangguan dari siapapun (Pasal 547 KUH Perdata)[5]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hak dari bezitter untuk menguasai barang atau benda menjadi hapus.

B.     Eigendom (hak milik)
1.      Pengertian hak milik
Eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda, sesorang yang mempunyai hak eigindom (milik) atas suatu benda dapat nebus apa saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan, bahkan merusak), asal saja ia tidak melanggar undang-undang atau hak orang lain. Memang dahulu hak eigendom dipandang sebagai sungguh-sungguh “mutlak”.
Tiap pelimik suatu benda baik bergerak maupun tidak bergerak berhak meminta kembali bendanya dari siapa saja yang menguasainya berdasarkan hak miliknya itu (pasal 574 B.W).
Permintaan kembali yang didasarkan pada hak eigendom dinamakan “revindicatie” baik sebelum perkara diperiksa didepan hakim maupun sementara perkara sedang dalam pemeriksaan hakim, penggugat berhak meminta supaya benda yang diminta kembali itu disita. Penyitaan ini dinamakan “revindiacatoir beslag” dalam gugatan yang dimasukkan kepada hakim itu pihak penggugat cukup mengajukan bahwa benda yang dimintanya kembali itu adalah miliknya jadi ia tak usah menguraikan dalam gugatannya bagaiman ia mendapatnya hak milk itu.[6]
2.      Ciri-ciri hak milik
Ciri-ciri hak milik dikemukakan berikut ini
a.       Hak milik mrupakan hak pokok terhadap hak hak kebendaan lain yang bersifat terbatas, sebab dari hak milik itu dapat lahir sejumlah hak hak yang lain
b.      Hak milik merupakan hak yang paling sempurna.
c.       Hak milik bersifat tetap. Artinya hak milik tidak akan lenyap oleh hak kebendaan lain dapat lenyap karena hak milik.
d.      Hak milik merupakan inti dari hak hak kebedaan yang lain. Siapa yang memberikan hak memungut hasil pada orang lain, berarti ia memberikan sebagian dari hak miliknya, bukan secara kuantitatif suatu bagian tertentu, tetapi suatu bagian tertentu secara kualitatif.[7]
3.      Cara-cara memperoleh hak milik
Menurut pasal 584 B.W eigendom hanyalah dapat diperoleh dengan jalan :
a.       Pengambilan (contoh : membuka tanah,memancing ikan)
b.      Natrekking, yaitu jika suatu benda bertambah besar atau berlipat karena perbuatan alam (contoh : tanah bertambha besar akibat dari gempa bumi)
c.       Lewat waktu (verjaring)
Untuk memperoleh hak milik atas suatu benda ialah lewat waktu (verjaring). Lewatnya waktu sebagai cara untuk memperoleh hak milik nin dinamakan “acquistieve verjaring” yang harus dibedakan dari “extinctieve verjaring” dengan mana seorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum.  sebagaimana telah diterangkan seorang bezitter yang jujur atas suatu benda yang tak bergerak lama-kelamaan dengan lewatnya waktu dapt menjadi pemilik benda tersebut. Adapun waktu itu oleh undang-undang ditetapkan selama dua puluh tahun jika ia dapat menunjukkan sesuatu titel. Dan sepanjang waktu tersebut bezitter itu harus terus-menerus secara terang, artinya secara dapat dilihat oleh umum menguasai bendanya dengan tiada pernah mendapat gangguan dari orang lain.
d.      Pewarisan yiaitu suatu proses beralihnya hak milik atau harta warisan dari pewaris kepada ahli warisnya. Pewaris dapat dibedakan menjadi dua macam: karena UU dan wasiat.
e.       Penyerahan “overdracth atau levering” berdasarkan suatu titel pemindahan hak yang berasal dari seorang yang berhak memindahkan eigendom.[8]
4.      Hapusnya hak milik
Hapusnya hak milik karena hal berikut ini
a.       Orang lain memperoleh hak milik dengan salah satu cara memperoleh hak milik, sebagaimana dikemukakan diatas:
b.      Musnahnya benda
c.       Pemilik melepaskan benda tersebut.
d.      Benda/binatang itu menjadi liar atau lari dari pemiliknya.

C.    Hak Memungut Hasil
1.      Pengertian
Menurut pasal 756 KUHPdt, hak memungut hasil ialah hak kebendaan, dengan nama seseorang diperbolehkan memungut segala hasil dari benda milik orang lain, seolah-olah benda itu sebaik-baiknya.
2.      Sifat-sifat hak memungut hasil
a.       Bersifat tetap adanya, tidak boleh merubah bentuk, tujuan, dan fungsi.
b.      Bersifat tidak dipaki habis
c.       Bersifat langsung untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain.
d.      Bersifat tanpa pamrih

3.      Cara memperoleh hak memungut hasil
Menurut pasal 759 KUHPdt, hak memungut hasil dapat diperoleh karena undang-undang atau karena kehendak sipemilik.
4.      Kewajiban pemungut hasil
a.       Membuat catatan atau inventarisasi
b.      Menunujukkan penjamin atau benda-benda jaminan
c.       Memelihara benda sebaik-baiknya
d.      Membayar pajak
e.       Mengembalikan bendanya dengan baik

5.      Hak memungut hasil berakhir (hapus)
a.       Orang yang mempunyai hak memungut hasil meninggal dunia
b.      Jangka waktu memungut hasil telah berakhir (habis)
c.       Terjadi pencampuran, sehingga pemegang hak memungut hasil berubah menjadi pemilik benda
d.      Terjadi pelepasan hak oleh orang yang mempunyai hak memungut hasil
e.       Karena daluarsa
f.       Benda yang dipungut hasilnya itu binasa atau musnah.[9]

D.    Hak Pakai dan Hak Mendiami
Pasal 818 dijelaskan pengertian hak pakai dan hak mendiami, yang benbunyi :
Hak pakai dan hak mendiami adalah keduanya hak kebendaan yang diperoleh dan berakhir dengan cara yang sama seperti Hak Pakai Hasil.
Penyamaan hak pakai dan hak mendiami dengan hak pakai hasil, dengan ketentuan:
1.      Hak pakai dan hak mendiami dapat lahir dari suatu peristiwa perdata.
2.      Kebendaan yang habis karena pemakaian tidak dapat dijadikan objek hak pakai.dalam hal telah diperjanjikan pemberian hak pakai atas benda yang dapat habis karena pemakaian, maka dianggaplah pemberian hak pakai tersebut sebagai suatu hak pakai hasil, dan terhadapnya berlakulah ketentuan hak pakai hasil atas benda yang dapat habis karena pemakaiannya.
3.      Kecuali ditentukan lain, seorang pemakai tidak diperbolehkan untuk menyerahkan atau menyewakan haknya tersebut kepada orang lain.
Ketentuan lain diatur dalam pasal 823 dan pasal 827 KUH Perdata, yaitu :
Pasal 823 : “Pemakai tidak diperbolehkan menyerahkan atau menyewakan haknya kepada orang lain. “
Pasal 827 : “Hak mendiami tak boleh diserahkan atau disewakan kepada orang lain.”
Hak pakai ini sebetulnya sama dengan hak mendiami, hanya kalau hak mengenai rumah kediaman ini disebut dengan hak mendiami. Hak pakai ini hanya diperuntukkan terbatas pada diri si pemakai dan keluarganya (keluarga dlam rumah tangga)[10]














BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
 Bezit adalah suatu keadaan lahir dimana seseorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaannya sendiri yang oleh hukum diperlindungi dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenenarnya ada pada siapa. Sehingga secara letterlijk “menduduki”. Untuk bezit diharuskan adanya dua anasir, yaitu kekuasaan atas suatu benda dan kemauan untuk memiliki benda tersebut.
Eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda, sesorang yang mempunyai hak eigindom (milik) atas suatu benda dapat nebus apa saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan, bahkan merusak), asal saja ia tidak melanggar undang-undang atau hak orang lain. Memang dahulu hak eigendom dipandang sebagai sungguh-sungguh “mutlak”.
Menurut pasal 756 KUHPdt, hak memungut hasil ialah hak kebendaan, dengan nama seseorang diperbolehkan memungut segala hasil dari benda milik orang lain, seolah-olah benda itu sebaik-baiknya.
Hak pakai dan hak mendiami adalah keduanya hak kebendaan yang diperoleh dan berakhir dengan cara yang sama seperti Hak Pakai Hasil.

B.   Saran
Dalam melakukan hak kebendaan yang berupa kenikmatan berhati-hatlah kepada sang pembaca agar supaya dalam haknya tidak ada unsur kejelekan atau unsur ketidak jujuran. Dalam kehidupan yang amat modern ini tidaklah kita lepas dari sebuah kejahatan, melalui hak kebendaan yang berupa kenikmatan manusia sangatlah suka apabila dihubungkan dengan sebuah kenikmatan, hingga membuat manusia terlena. Dan pada akhirnya ditipu oleh kehidupan dunia
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir  Muhammad. 1993. Hukum Perdata Indonesia. Bandung:  PT. Citra Aditya Bakti.
Salam. 2008. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika
Subekti. 1985. Pokok-Pokok Hukum Perdat. Jakarta : PT Intermasa




[1] Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdat (Jakarta : PT Intermasa,1985) hal : 60
[2]  Salam, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta, Sinar Grafika, 2008), hal 105
[3] Ibid, hal 106
[4] Ibid, hal 107
[5] Ibid, hal 108
[6] Subekti, Op.cit, hal 64
[7] Salam, Op.cit, hal 102
[8] Ibid, hal 103
[9] Abdulkadir  Muhammad, Hukum Perdata Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1993) hal 89

[10] Ibid, hal 93