BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kitab dijelaskan bahwa ada beberapa hewan ternak yang wajib
dizakati, diistilahkan dengan mâsyiyah yaitu meliputi onta, sapi/kerbau,
kambing/domba. Sedangkan hewan ternak selain yang disebutkan barusan tidak
dikenakan zakat. Seperti, unggas (segala jenis ayam, bebek, burung), ikan, dan lain
lain. Namun jika hewan-hewan ternak yang tidak dikenakan zakat itu dijadikan
sebagai usaha perdagangan atau perniagaan, seperti usaha peternakan bebek,
usaha peternakan ayam, usaha peternakan burung, usaha peternakan ikan, dll,
maka ia dikenakan zakat atas nama zakat perdagangan (tijârah), dan berlaku
baginya ketentuan-ketentuan zakat tijarah. Sebab, segala sesuatu yang secara
dzatiah tidak berkewajiaban untuk dizakati, jika dijadikan sebagai usaha
perdagangan maka berlakulah hukum zakat tijârah untuknya.
Sedangkan yang
dinamakan harta tijarah adalah semua yang digunakan untuk diperjual-belikan
dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang, seperti sandang, papan dan pangan,
termasuk usaha hewan ternak; atau berupa jasa, seperti jasa transportasi,
perhotelan dan semacamnya; baik diusahakan oleh perorangan maupun perserikatan
seperti CV atau PT, dll.
Sedangkan kadar
nishab dalam harta tijarah adalah apabila harta tersebut sudah setara dengan
salah satu dari nishab emas (77,50 gr) atau perak (543,35 gr). Namun karena
pada umumnya nilai perak lebih rendah daripada nilai emas, maka nishab dalam
harta tijarah langsung disetarakan dengan nishab perak, yaitu 543,35 gram
perak. Sedangkan kadar yang harus dikeluarkan adalah 2,5 %.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa sajakah hadits-hadits baranng-barang zakat ?
2.
Apakah yang dimaksud kandungan hadits barang zakat ?
3.
Apakah nilai yang terkandung dalam hadits barang-barang zakat ?
C. Tujuan
1.
Mengetahui barang-barang zakat
2.
Mengetahui kandungan isi hadits barang-barang zakat
3.
Mengetahui nilai yang terkandung dalam hadits barang-barang zakat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hadits dan Artinya
1. Hadits Pertama
حَدَّثَنَا
هَارُونُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ الْهَيْثَمِ الْأَيْلِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَالِمِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا سَقَتْ السَّمَاءُ
وَالْأَنْهَارُ وَالْعُيُونُ أَوْ كَانَ بَعْلًا الْعُشْرُ وَفِيمَا سُقِيَ
بِالسَّوَانِي أَوْ النَّضْحِ نِصْفُ الْعُشْرِ
Telah menceritakan kepada Kami Harun
bin Sa'id bin Al Haitsam Al Aili, telah menceritakan kepada Kami Abdullah bin
Wahb, telah mengabarkan kepadaku Yunus bin Yazid dari Ibnu Syihab dari Salim
bin Abdullah dari ayahnya, ia berkata; Rasulullah shallla Allahu 'alaihi wa
sallam bersabda: "Pertanian yang diairi hujan, sungai dan mata air atau
dibiarkan begitu saja maka zakatnya adalah sepersepuluh, dan pertanian yang
diairi dengan menggunakan alat pengairan atau dengan ember maka zakatnya
seperdua puluh."
2.
Hadits Kedua
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَقِيلِ بْنِ خُوَيْلِدٍ النَّيْسَابُورِيُّ حَدَّثَنَا حَفْصُ
بْنُ عَبْدِ اللَّهِ السُّلَمِيُّ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ عَنْ
عَمْرِو بْنِ يَحْيَى بْنِ عُمَارَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ قَالَ
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسٍ
مِنْ الْإِبِلِ صَدَقَةٌ وَلَا فِي الْأَرْبَعِ شَيْءٌ فَإِذَا بَلَغَتْ خَمْسًا
فَفِيهَا شَاةٌ إِلَى أَنْ تَبْلُغَ تِسْعًا فَإِذَا بَلَغَتْ عَشْرًا فَفِيهَا
شَاتَانِ إِلَى أَنْ تَبْلُغَ أَرْبَعَ عَشْرَةَ فَإِذَا بَلَغَتْ خَمْسَ عَشْرَةَ
فَفِيهَا ثَلَاثُ شِيَاهٍ إِلَى أَنْ تَبْلُغَ تِسْعَ عَشْرَةَ فَإِذَا بَلَغَتْ
عِشْرِينَ فَفِيهَا أَرْبَعُ شِيَاهٍ إِلَى أَنْ تَبْلُغَ أَرْبَعًا وَعِشْرِينَ فَإِذَا
بَلَغَتْ خَمْسًا وَعِشْرِينَ فَفِيهَا بِنْتُ مَخَاضٍ إِلَى خَمْسٍ وَثَلَاثِينَ
فَإِذَا لَمْ تَكُنْ بِنْتُ مَخَاضٍ فَابْنُ لَبُونٍ ذَكَرٌ فَإِنْ زَادَتْ
بَعِيرًا فَفِيهَا بِنْت لَبُونٍ إِلَى أَنْ تَبْلُغَ خَمْسًا وَأَرْبَعِينَ
فَإِنْ زَادَتْ بَعِيرًا فَفِيهَا حِقَّةٌ إِلَى أَنْ تَبْلُغَ سِتِّينَ فَإِنْ
زَادَتْ بَعِيرًا فَفِيهَا جَذَعَةٌ إِلَى أَنْ تَبْلُغَ خَمْسًا وَسَبْعِينَ
فَإِنْ زَادَتْ بَعِيرًا فَفِيهَا بِنْتَا لَبُونٍ إِلَى أَنْ تَبْلُغَ تِسْعِينَ
فَإِنْ زَادَتْ بَعِيرًا فَفِيهَا حِقَّتَانِ إِلَى أَنْ تَبْلُغَ عِشْرِينَ
وَمِائَةً ثُمَّ فِي كُلِّ خَمْسِينَ حِقَّةٌ وَفِي كُلِّ أَرْبَعِينَ بِنْتُ
لَبُونٍ
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Aqil bin Khuwailid An Naisaburi berkata, telah menceritakan kepada
kami Hafsh bin Abdullah As Sulami berkata, telah menceritakan kepada kami
Ibrahim bin Thahwan dari Amru bin Yahya bin Umarah dari Bapaknya dari Abu Sa'id
Al Khudri ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Unta yang kurang dari lima ekor tidak ada zakatnya, dan jumlah empat ekor
tidak ada kewajibannya. Jika telah sampai lima hingga sembilan ekor maka
zakatnya adalah satu ekor kambing. Jika telah sampai sepuluh hingga empat belas
ekor maka zakatnya adalah dua ekor kambing. Jika telah sampai lima belas hingga
sembilan belas ekor maka zakatnya adalah tiga ekor kambing. Jika telah sampai
dua puluh hingga dua puluh empat ekor maka zakatnya adalah empat ekor kambing.
Jika telah sampai dua puluh lima hingga tiga puluh lima ekor maka zakatnya
adalah bintu makhadl. Jika tidak mempunyai bintu makhadl maka boleh dengan
bintu labun laki-laki. Jika bertambah lagi satu ekor hingga sejumlah empat
puluh lima ekor, maka zakatnya adalah bintu labun. Jika bertambah lagi satu
ekor hingga enam puluh ekor, maka zakatnya adalah hiqqah. Jika bertambah lagi
satu hingga tujuh puluh lima, maka zakatnya adalah jadz'ah. Jika bertambah lagi
satu hingga sembilan puluh ekor, maka zakatnya adalah dua bintu labun. Jika
bertambah lagi satu hingga seratus dua puluh ekor, maka zakatnya adalah dua
hiqqah. Setelah itu setiap kelipatan lima puluh ekor, zakatnya adalah hiqqah,
dan setiap kelipatan empat puluh ekor adalah bintu labun.
3.
Hadits Ketiga
عَشَرَةَ
ثَلَاثَ وَفِى
وَلَا شَيْءَفِ الاِبِلِ حَتَّى تَبْلُغَ خَمْسًا فَفِيْهَا شَاةٌ وَفِى
عَشْرِ شَا تَا نِ وَخَمْسَ
عِشْرِيْنَ اَرْبَعٌ مِنَ الشِّيَاهِ وَخَمْسَ
وَعِشْرِيْنَ بِنْتَ مُخَاضٍ وَسِتٍّ وَثَلَا ثِيْنَ بِنْتُ لَبُوْنٍ وَسِتٍّ
وَاَرْبَعِيْنَ حِقَّةٌٌ وَاِحْدَى وَسِتِّيْنَ جَذَعَةٌٌ وَسِتٍّ وَسَبْعِيْنَ بِنْتَا
لَبُونٍ وَاِحْدَى وَتِسْعِيْنَ حَقَّتَانِ وَمِائَةٍ وَاِحْدَى وَعِشْرِيْنَ
ثَلَاثُ بَنَاتِ لَبُوْنٍ ثُمَّ فِى كُلِّ اَرْبَعِيْنَ بِنْتُ لَبُونٍ وَكُلِّ
خَمْسِيْنَ حِقَّةٌٌ رواه البخارى عن انس
“Tidak ada zakat unta sebagai
sampai lima ekor, maka apabila sampai
lima ekor zakatnya satu kambing, 10 ekor zakatnya dua ekor kambing, 15 ekor
zakatnya tiga ekor kambing, 20 ekor zakatnya empat ekor kambing, 25 ekor
zakatnya seekor anak unta, 36 ekor zakatnya
satu anak unta yang lebih besar, 46 ekor zakatnya satu anak unta yang lebih
besar, 61 ekor zakatnya satu anak unta yang lebih besar lagi, 71 ekor zakatnya
dua anak unta, 90 ekor zakatnya dua anak unta, 91 ekor zakatnya dua anak unta
yang lebih besar, 121 ekor zakatnya tiga ekor anak unta, kemudian tiap tiap 40
ekor zakatnya satu ekor anak unta umur dua tahun lebih dan tiap tiap 50 ekor
zakatnya seekor anak unta umur 3 tahun” Riwayat Bukhori.
4.
Hadits Keempat
عن علئ قل قل رسؤ ل الله صل الله عليه ؤسلم قد عفؤ ت لكم
عن صدقة الخيل ؤالرقيق فها تؤا صد قة الر قة من كل اربعين د رهما ؤا ليسا في تسعين ؤ ما عة شيء فاذا بتغت ما عتين ففيها خمسة د راهم. رؤه احمد ؤا بر داؤد ؤا لتر
مذي.
Dari
‘ Ali, katanya : rasulullah s.a.w telah
berkata “sesungguh-nya saya telah mema’afkan kamu dari sedekah kuda dan sahaya,
maka bayarlah zakat perak tiap-tiap empat puluh dirham, satu dirham dan 190
dirham belum wajib zakatnya dan apabila sampai 200 dirham zakatnya lima
dirham”. Riwayat ahma abu daud dan termidzi.
B.
Makna Hadits
1. Hadits Pertama
Hadits Pertama mengatakan bahawa apabila suatu sawah
atau kebun ataupun suatu ladang yang menghasilkan tumbuhan yang dapat dijual
maka harus dikeluarkan zakatnya, mengenai pembayaran zakat ada dua hal dalam
zakat pertanian
Apabila suatu sawah ataupun sejenisnya diairi
melalui air hujan, sungai dan mata air atau dibiarkan begitu saja intinya orang
itu membiarkan suatu sawahnya tumbuh dengan sendirinya dan orang yang memiliki
sawah tersebut hanya tinggal menerima hasil maka zakat yang harus dikeluarkan
sepersepuluh dari penghasilan pertanian tersebut.
Sedangkan apabila suatu sawah ataupun sejenisnya
diairi melalui alat pengairan (desel) atau dengan ember, maksudnya ialah ada
campur tangan dari si pemilik sawah maka zakat yang harus dikeluarkan sebesar
seperdua puluh dari penghasilan tersebut.
Meurut Imam Abu Hanifa, zakat itu wajib atas setiap
hasil bumi, baik sedikit ataupun banyak, tanpa dipersyaratkan mencapai nisab.
Adapun Abu ‘Ubaid mengatakan, “Pada tanaman apapun
yang dikeluarkan oleh bumi (ada zakatnya), baik yang diairi oleh sungai maupun
diairi oleh hujan, tanpa di persyaratkan mencapai nisab maupun keharusan tahan
lama. Dengan demikian zakat itu wajib pula atas sayur-sayuran, kecuali kayu bakar dan jenis bambu dan rumput.
Bagaimana pun, semua itu tidak membedakan, apakah
hasil bumi itu hanya sedikit atau banyak. Adapun kayu bakar dan jenis bambu dan
rumput, memang pada umumnya tidak dimaksudkan untuk mengeksploitasi tanah,
bahkan dibuang. Artinya, kalau ada maksud untuk mengeksploitasi tanah, maka
tanaman-tanaman itu pun wajib dikeluarkan sepersepuluhnya.
Sementara itu, kebanyakan fuqaha (jumhur)
berpendapat bahwa zakat itu khusus pada tumbuhan yang sengaja ditanam untuk
dijadikan makanan pokok (qut), dengan
syarat bias disimpan.
Menurut fuqaha Hambali, tidak dipersyaratkan bahwa
yang bias disimpan itu harus bisa dijadikan makanan. Bahkan, zakat itu tetap
wajib atas biji-bijian yang bisa disimpan, sekalipun tidak cocok dijadikan
makanan.
Adapun yang kami pegang di soal ini ialah para
pendapat fuqaha Hanafi, bahwa zakat itu wajib atas apa saja yang di tumbuhkan
oleh bumi maupun yang sengaja ditanam oleh manusia dari berbagai macam hasil
pertanian, baik itu berupa biji-bijian, sayur-sayuran, buah-buahan, kapas,
kapuk dan lain-lain tetumbuhan yang ditumbuhkan oleh bumi. Hanya, kami tetap
mempersyaratkan sampainya nisab.
Adapun saat diwajibkannya zakat tanaman dan
buah-buahan, adalah ketika buah-buahan tampak sudah bisa dimakan dengan rasa
enak, dan ketika hasil tanaman itu tampak sudah berisi dan bernas, sekalipun
tidak dipersyaratkan harus betul-betul bernas. Begitu pula untuk buah-buahan
tidak di persyaratkan betul-betul enak dimakan. Jadi, kalau sebagian sudah
kelihatan ada yang bisa dimakan, berarti seluruhnya pun demikian pula.
2. Hadits Kedua
Dalam
hadits kedua ini menjelaskan bahwa apabila sesoarang mempunyai perternakan unta
maka wajib hukumnya membayar zakat, namun jika hanya mempunyai kurang dari lima
ekor unta tidak wajib untuk membayar zakat. Sebaliknya apabila memiliki unta
lebih dari lima maka kewajban untuk membayar zakat itu ada.
Kalau
memiliki lima sampai sembilan ekor maka wajib hukumnya membayar zakat satu ekor
kambing, Jika telah
sampai sepuluh hingga empat belas ekor maka zakatnya adalah dua ekor kambing.
Jika telah sampai lima belas hingga sembilan belas ekor maka zakatnya adalah
tiga ekor kambing. Jika telah sampai dua puluh hingga dua puluh empat ekor maka
zakatnya adalah empat ekor kambing. Jika telah sampai dua puluh lima hingga
tiga puluh lima ekor maka zakatnya adalah bintu makhadl. Jika tidak mempunyai
bintu makhadl maka boleh dengan bintu labun laki-laki (unta yang berumur 2
tahun masuk tahun ke-3). Jika bertambah lagi satu ekor hingga sejumlah empat
puluh lima ekor, maka zakatnya adalah bintu labun (unta betina umur 2 tahun
masuk tahun ke-3). Jika bertambah lagi satu ekor hingga enam puluh ekor, maka
zakatnya adalah hiqqah (unta betina berumur tiga tahun masuk tahun ke-4). Jika
bertambah lagi satu hingga tujuh puluh lima, maka zakatnya adalah jadz'ah (umur
empat tahun masuk tahun ke-5). Jika bertambah lagi satu hingga sembilan puluh
ekor, maka zakatnya adalah dua bintu labun. Jika bertambah lagi satu hingga
seratus dua puluh ekor, maka zakatnya adalah dua hiqqah. Setelah itu setiap
kelipatan lima puluh ekor, zakatnya adalah hiqqah, dan setiap kelipatan empat
puluh ekor adalah bintu labun.
Jadi semua yang telah dipaparan diatas setiap perbedaan jumlah
unta, zakat yang dikeluarkan juga berbeda, sesuai dengan unta yang dimiliki.
3. Hadits Ketiga
Hadits yang ketiga ini sama halnya dengan
hadits yang kedua, hadits ini membahas tentang zakat unta, namun lebih detail
penjelsan hadits yang kedua.
4. Hadits Keempat
Hadits
keempat membahas tentang zakat emas dan perak, yang dimaksud dengan “bayarlah
zakat perak tiap-tiap empat puluh dirham” ialah setiap zakat emas maupun perak
itu mempunyai kewajiban berzakat seper empat puluh apabila sudah mencapai satu
nishab dan haul.
Dalam
Nishab emas 20 dinar, 1 dinar sama
dengan 4,25 gram, maka nishab emas adalah 20 X 4,25 gram = 85 gram. Nishab
Perak adalah 200 dirham, 1 dirham sama
dengan 2,975 gram, maka nishab perak adalah 200 X 2,975 gram = 595 gram.
Apabila seseorang telah melebihi satu nishab dan satu haul maka wajib hukumnya
membayar zakat dengan sebesar seper empat puluh atau 2,5%.
Mengenai
zakat perak apabila hanya memiliki 190 dirham maka tidak wajib hukumnya untuk
membayar zakat. Begitupun sebaliknya apabila telah mencapai 200 dirham maka
zakat yang harus dikeluarkan sebesar
lima dirham, karena 200 dari seper empat
puluh itu sama dengan 5, maka zakat yang dibayarkan lima dirham.
C.
Nilai Hadits
1. Hadits Pertama
Telah menceritakan kepada Kami Harun bin Sa'id bin Al Haitsam Al
Aili, “dari kalagan tabi’ut tabi’in kalangan tua” telah menceritakan kepada
Kami Abdullah bin Wahb, “tabi’ut tabi’in kalangan biasa” telah mengabarkan
kepadaku Yunus bin Yazid “tabi’ut tabi’in kalangan tua” dari Ibnu Syihab
“tabi’ut tabi’in kalangan pertengahan” dari Salim bin Abdullah “tabi’ut tabi’in
kalangan pertenghan”dari ayahnya Abdullah bin ‘Umar bin Al Khaththab bin Nufail
“kalangan sahabat”, ia berkata; Rasulullah shallla Allahu 'alaihi wa sallam
pernah berkata
Jadi hadits diatas para perawi sampai pada Nabi Muhamma SAW, hadits
diatas bernilai Shahih
2. Hadits Kedua
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Aqil bin Khuwailid An
Naisaburi berkata, telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Abdullah As Sulami
berkata, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Thahwan dari Amru bin Yahya
bin Umarah dari Bapaknya dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam. Hadits kedua bernilai Hasan
3. Hadits Ketiga
Hadits ketiga bernilai Shahih
4. Hadits Keempat
Kata Abu ‘Ubaid pula, Abu Bakar bin
‘Abbas telah meriwayatkan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari ‘Ashim bin Dhamrah,
dari Ali kemudian dari Muhammad SAW. Maka hadits diatas bernilai shahih.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Salah satu hadits yang merupakan barang-barang yang wajib dizakati yaitu
dari ‘ Ali, katanya : rasulullah s.a.w
telah berkata “sesungguh-nya saya telah mema’afkan kamu dari sedekah kuda dan
sahaya, maka bayarlah zakat perak tiap-tiap empat puluh dirham, satu dirham dan
190 dirham belum wajib zakatnya dan apabila sampai 200 dirham zakatnya lima
dirham”. Riwayat ahma abu daud dan termidzi.
Maksudnya ialah
dalam melakukan zakat harus memenuhi satu nishab dan satu haul, kecuali zakat
pertanian tidak membutuhkan satu haul. Setiap panen harus melakukan zakatnya.
B.
Saran
Seseorang dalam kepemilikan harta harus bertanggung jawab atas harta yang
dimiliki, agar supaya dalam kepemilikan harta tidak ada yang namanya harta yang
tidak suci. Maka dari itu berzakatlah harta
yang seseorang miliki.
Seandainya memiliki barang yang telah dipaparkan diatas dan memenuhi
prasyarat untuk mengeluarkan zakat, maka wajib hukumnya untuk membayar zakat
itu. Apabila tidak membayar maka akan dikenakan sanksi.
DAFTAR PUSTAKA
Kitab Ibnu Majah
Kitab Abu Dawud
Ismail Sahhatih Syauqi. 2007. Penerapan
Zakat dalam Bisnis Modern. Bandung: CV Pustaka Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar